Terorisme merupakan isu yang menjadi perhatian dunia khususnya
negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, dan Inggris. Pasca terjadinya
peristiwa 9/11 dimana World Trade Centre diserang menggunakan pesawat yang
menabrakan diri. Penyerangan tersebut diduga dilakukan oleh kelompok teroris. Peristiwa 9/11
merupakan tonggak dari munculnya isu-isu sensitif terkait Islam dan terorisme. Keadaan tersebut dimulai ketika Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden George W. Bush.
George W. Bush menyatakan bahwa peristiwa 9/11 adalah sebagai ‘The Pearl
Harbor of 21st Century”. Doktrin yang diberikan oleh Bush
tersebut diikuti oleh negara-negara lainnya karena Amerika Serikat sebagai
negara adidaya memiliki hagemoni terhadap negara-negara di dunia terutama di
kawasan barat. Negara-negara barat lainnya mulai memperketat keamanan negara
mereka karena takut akan serangan dari Al-Qaeda dan Jama’ah Islamiyah. [1] Munculah saat itu isu-isu mengenai terorisme. Isu Islam dan terorisme biasanya dikaitkan dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah, tetapi negara yang berada di wilayah Asia Selatan, khusunya Pakistan juga menjadi perhatian.
Pakistan merupakan negara yang posisinya berada di Selatan dekat
India. Pakistan merupakan salah satu negara yang paling berbahaya di dunia, hal
tersebut dikarenakan beberapa sebab, yakni uji coba senjata nuklir, penyebaran
obat-obatan terlarang, keditaktoran militer, dan terakhir Pakistan merupakan
salah satu negara yang menjadi penyumbang teroris di dunia, dan memiliki
jaringan dengan kelompok-kelompok militan Islam. Berkembangnya jaringan
kelompok militan Islam di Pakistan ini, dipengaruhi oleh empat hal, yang
pertama adalah konsep mengenai Jihad dalam Islam, kedua konteks sejarah
Pakistan yang memiliki konflik dengan India, mengenai masalah Kashmir, tingkat
pendidikan masyarakat Pakistan yang masih rendah dan lebih menekankan kepada
ilmu-ilmu agama Islam, dan terakhir adalah letak geografis Pakistan yang
berbatasan langsung dengan Afghanistan dan hubungan kedekatan kedua negara
tersebut atas dasar agama Islam.
Pakistan merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama
Islam. Data 2010 menyebutkan bahwa penduduk Pakistan sekitar 256,1117,000 jiwa,
dengan 96.1% beragama Islam.[2] Bukan hal yang
sulit untuk melakukan doktrinisasi terhadap masyarakat Pakistan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diartikan sebagai “Jihad”, terutama ketika kita
melihat konflik yang terjadi antara Pakistan dan India yang memperebutkan
wilayah Kashmir. Pakistan menjadi kajian yang menarik untuk melihat bagaimana
terorisme berkembang di negara tersebut. Dalam tulisan Jessica Stern yang
berjudul Pakistan’s Jihad Culture, dan Bruce Riedel yang berjudul Pakistan
and Terror: The Eye of the Storm, kedua tulisan tersebut sama-sama
menjelaskan mengenai pengaruh Jihad dalam perkembangan kelompok Islam militan.
Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal dalam perkembangan kelompok islam
militan.
Jihad sebagai Nilai Dasar Kelompok Teroris Islam
Dalam
tulisan Stern, ia mengatakan bahwa gerakan-gerakan islam militan mendapatkan
dukungan, dimana gerakan tersebut disebut dengan Muhajideen. Sebenarnya
Muhajideen merupakan kelompok oposisi pemerintah di Afganistan ketika negara
tersebut menerapkan sistem komunis, dan menjadi pendukung Uni Soviet. Pakistan
memiliki dua alasan untuk mendukung apa yang disebut Muhajideen. Pertama,
militer Pakistan bertekad untuk member pembalasan terhadap India yang diduga
menyebarkan separatisme di bagian Pakistan Timur yang pada tahun 1971 menjadi
Bangladesh. Alasan kedua, India memiliki kekuatan ekonomi, dan kekuatan
militer. Pada tahun 1998 India menghabiskan waktu sekitar dua persen dari PDB $
469.000.000.000 untuk pertahanan, termasuk bersenjata aktif kekuatan lebih dari
1,1 juta personel. Pada tahun yang sama, Pakistan menghabiskan sekitar lima
persen dari $ 61000000000 PDB pada pertahanan, menghasilkan angkatan bersenjata
aktif hanya setengah ukuran India.
Selain
itu banyaknya masyarakat Pakistan yang bergabung dengan kelompok-kelompok Islam
militan juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Di Pakistan, pendidikan
bukanlah sesuatu hal yang diwajibkan. Dimana dalam hal ini pendidikan formal
yang mengajarkan mengenai ilmu pengetahuan seperti matematika, fisika, biologi,
dan ilmu sosial sangat sedikit. Di Pakistan institusi pendidikannya lebih
mengarah kepada pelajaran mengenai agama Islam,lembaga tersebut disebut dengan
Madrasah. Dalam pendidikan agama ini munculah suatu permasalahan, dimana
ekstrimis Islam melakukan doktrinisasi mengenai Jihad. Dimana konsep Jihad
adalah berjuang untuk keadilan (terutama batin) dan berjuang untuk memurnikan
diri dengan cara perang gerilya. Dengan kata lain, konsep Jihad yang diajarkan
dalam institusi pendidikan tersebut bagaimana mereka berjuang atas nama Islam,
dengan cara-cara yang keras. Islam percaya kepada satu Tuhan, yang memberikan
mereka hidup dan dapat menyelamatkan mereka dari akhir zaman. Tetapi hal itu
tidak menghalangi gagasan Islam tentang “pengorbanan diri” dengan berjalan di
jalan Tuhan atau untuk melindungi Islam atau dinamakan sebagai Jihad.[3]
Pakistan
juga bergabung dengan jaringan gerakan islam internasional, dengan kata lain
dalam jaringan gerakan islam internasional terdapat negara-negara lain yang
bergabung didalamnya, seperti Arab Saudi, Afganistan, dan lain-lain.
Gerakan-gerakan Islam tersebut memiliki dana yang cukup untuk membelikan
senjata-senjata. Sebagian besar dana kelompok militant merupakan sumbangan
dikirim langsung ke rekening bank mereka dengan tanpa nama atau anonim. Tetapi
terdapat konspirasi yang dituangkan dalam video Terror Storm, yang mengutarakan
mengenai adanya hubungan kerjasama antara negara-negara super power seperti
Amerika Serikat, bahwa mereka awalnya mendukung adanya kelompok-kelompok Islam
militant. Dalam tulisan Riedel, juga menyebutkan bahwa Amerika Serikat turut
mendukung kelompok militant tersebut melalui Inter Services Intellegence
Directorate (ISI).
Perkembangan
Kelompok Teroris Islam
Baik
dalam tulisan Stern ataupun Riedel, sama-sama menjelaskan mengenai Jihad dan
bagaimana konsep Jihad dapat menjadi suatu landasan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok Islam Militan. Tetapi kedua perspektif penulis tersebut
berbeda, karena Stern lebih menjelaskan budaya Jihad yang spesifik di Pakistan,
sedangan Riedel menjelaskan mengenai budaya Jihad dalam skala internasional.
Telah disebutkan diatas bahwa di Pakistan, institusi pendidikan lebih banyak
mengajarkan mengenai agama Islam dibandingkan ilmu pengetahuan. Doktrinisasi
mengenai konsep Jihad mendorong kelompok Islam Militan melakukan
tindakan-tindakan atas dasar Islam. Selain itu alasan individu bergabung dengan
kelompok Islam militant dan melakukan aksi Jihad, adalah karena masalah
keuangan atau financial. Dalam tulisan Stern, banyak keluarga yang menerima
bantuan keuangan dari kelompok Islam militant tersebut. Shuhda-e-Islam
Foundation, didirikan oleh Jemaat Islamiyah pada tahun 1955, yayasan tersebut
mengaku memberikan 13 juta rupee kepada keluarga martir (martir adalah orang
yang mati karena perjuangan membela Islam atau yang telah melakukan Jihad).
Yayasan tersebut juga mengaku memberikan dukungan keuangan untuk beberapa 364
keluarga dengan membayar pinjaman, pengaturan mereka dalam bisnis, atau
membantu mereka dengan perumahan. Selain itu, yayasan memberikan emosional dan
spiritual dukungan dengan terus-menerus mengingatkan keluarga tersebut.
Sedangkan
dalam tulisan yang dikemukakan oleh Riedel, ia menyebutkan bahwa awal mulanya
perkembangan dan budaya Jihad adalah ketika tahun 1980, dimana Uni Soviet waktu
itu masuk ke dalam Afganistan. Munculah oposisi-oposisi pemerintah Afganistan
tersebut yang disebut dengan Muhajideen. Dan ternyata, Amerika Serikat
mendukung persenjataan kelompok oposisi ini, mengingat perang dingin saat Uni
Soviet dengan Sekutu pada tahun tersebut. Kemudian dalam tulisannya disebutkan
bahwa Pakistan adalah kunci kemenangan, menyediakan perlindungan dan dukungan
dasar untuk jihad. Ditaktor militer Pakistan, Zia ul Huq, siap untuk
mengambil risiko besar untuk membantu perlawanan Afghanistan dan mungkin
membayar harga dengan hidupnya. Zia terobsesi dengan pikiran bahwa Pakistan
mungkin terancam kehancuran oleh Uni Soviet yang telah menguasai sebagian besar
Afganistan. Dinas intelijen Pakistan adalah manajer perang.
Hal ini ternyata sudah menjadi suatu rencana dari Amerika
Serikat sendiri. sepanjang era 1950an dan 60an, Amerika Serikat berharap
bisa membangun aliansi dengan negara-negara Islam yang cukup prestisius untuk
mengimbangi “komunisme tak bertuhan” dan kekuaan-kekuatan nasionalis secular
yang diwakili Naser, Presiden Mesir yang memimpin Arab. Terjadi pertikaian
antara Islam dan nasionalisme populis, Amerika Serikat berpihak pada Islam.
Kebijakan Amerika Serikat didorong oleh pertimbangan-pertimbangan Perang Dingin
dan perhitungan strategis, bukan oleh sejarah, budaya, atau ketakutan intrinsik
lain ataupun kebencian terhadap Islam.[4]
Setelah Rusia mundur dari Afganistan pada tahun 1989, para
mujahideen mencoba untuk berbaris merebu Kabul, tetapi gagal merebut kota itu.
ISI mengatakan Perdana Menteri Benazir Bhutto bahwa Kabul akan jatuh dalam
hitungan hari; CIA mengatakan kepada Presiden George HW Bush yang sama.
Sebaliknya, musim gugur waktu hampir tiga tahun. Kenaikan Taliban adalah respon
terhadap perang saudara yang diikuti antara pihak mujahideen. Ini muncul di
provinsi Pashtun selatan negara dipimpin oleh seorang yang sangat terluka
termasuk kehilangan satu mata veteran jihad melawan Soviet, Mullah Omar. Omar
menyatakan perang suci baru untuk membersihkan negara dari pihak yang bertikai
dan menginstal sebuah pemerintahan Islam yang murni yang akan memulihkan hukum
dan ketertiban. Omar merupakan seorang tokoh yang mulai menyebarkan mengenai
Jihad. Ia merupakan lulusan dari Madrasah ternama di Pakistan. Kemudian dia
melakukan upaya-upaya untuk melakukan aksi Jihadnya tersebut, mulai dengan
mencari senjata-senjata seperti pistol, dan tank. Sejak saat itu, Pakistan
mulai memberikan dukungan kelahirannya terhadap kelahiran Taliban. Sambil tetap
hubungan terbuka untuk faksi lain, Pakistan melihat bahwa Taliban dengan segala
usahanya dapat mengakhiri atau melakukan konsolidasi terkait perang sipil.
Taliban
bukan satu-satunya ciptaan Isi pada 1990-an. Kemenangan Afganistan memberikan
inspirasi bagi masyarakat Islam di Khasmir, kemudian masyarakat Khasmir
melakukan usaha dengan cara, pemberontakan besar-besaran terhadap pendudukan
India. Pakistan dengan cepat pun untuk mendukung pemberontakan yang dilakukan
oleh masyarakat Muslim di Khasmir. Dengan menggunakan taktik Afganistan
digunakan untuk melawan Uni Soviet, maka Pakistan melakuakn penyerangan
terhadap India dengan menyediakan pelatihan dan senjata bagi Muslim Kashmir.
Secara bertahap kelompok Kashmirpun terbentuk. ISI menggunakan Afganistan
sebagai dasar untuk melatih Kashmir melakukan tindakan atau pemberontakan atas
nama Jihad. Dengan pelatihan koperasi di Afghanistan. ISI mencari ukuran untuk
menokak tuduhan India bahwa Pakistan adalah negara sponsor terorisme.
Konspirasi
Amerika Serikat dan Kelompok Terorisme Islam
Sering
kali kita mendengar mengenai konspirasi. Konspirasi adalah suatu konsep yang
sering kali diartikan sebagai suatu kejadian yang terjadi atas persengkokolan
atas dua atau lebih pihak. Tetapi konspirasi ini masih menimbulkan pro dan
kontra dalam setiap kejadian, misalkan mengenai hubungan Amerika Serikat yang
memberikan dukungan militer terhadap kelompok-kelompok terorisme Islam. Amerika
Serikat memberikan dukungan berupa persenjataan, dana, fasilitas-fasilitas
terkait tempat berlatih dan lain-lain.
Dalam
suatu tulisan yang tersebar, Nadeem Paracha menjelaskan dalam karyanya yang
berjudul “Malala: The real story (with evidence)”, dalam tulisan
tersebut menjelaskan mengenai konspirasi antara Amerika Serikat dan Pakistan,
dan dalam tulisan tersebut menyebutkan ada empat hal yang harus digaris bawahi:
(1) Banyak Agen CIA yang berada di wilayah Pakistan; (2) Amerika Serikat telah
menstabilkan Pakistan; (3) Amerika Serikat menjadikan Pakistan sebagai salah
satu negara yang akan diberikan bantuan keuangan; (4) Amerika Serikat ingin
mengembangkan nuklir di Pakistan.[5] Tampaknya Amerika
Serikat memiliki arah untuk mengembangkan nuklir di Paksitan, dalam video
berurasi kurang lebih dua jam sempat disebutkan bahwa Amerika Serikat
memberikan dana kepada pasukan militer di Pakistan. Dana yang diberikan kepada
Amerika Serikat itu digunakan untuk mengembangkan nuklir di Pakistan.
Beberapa hal telah disebutkan diatas, bahwa Amerika Serikat turut
memberikan bantuan dana, dan persenjataan terhadap kelompok-kelompok Islam,
tidak hanya di Pakistan, tetapi negara-negara Timur Tengah seperti Saudi
Arabia, Afganistan juga mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat. Kasus menarik
ketika awal dibukannya konspirasi yang terjadi pada saat perang dingin antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat tidak menginginkan terjadinya
ekspansi paham komunis. Ia berusaha mencoba mendapatkan perhatian dari
negara-negara Islam. Ia menginginkan membangun aliansi-aliansi di negara-negara
timur tengah, agar memperkuat kekuatannya dibandingkan Uni Soviet. Tapi
tampaknya Amerika Serikat perlu berhati-hati dengan sikap ‘baiknya’ terhadap
negara-negara yang telah dibantunya tersebut. Ketika terjadi peristiwa 9/11
Amerika Serikat seakan dibuat takut oleh tingkah yang dilakukan oleh sekelompok
yang dahulunya pernah ia bantu. Setelah peristiwa tersebut, memberikan suatu referensi baru
terhadap kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang memberikan tekanan dan
diskriminasi secara politik dan sosial terhadap komunitas Muslim. Kebijakan
domestik ini, dipasangkan dengan kebijakan luar negeri yang agresif
dikelompokan sebagai “War on Terror”
yang berpusat pada invasi dan okupasi terhadap daerah-daerah muslim tanpa
hormat melewati batas hukum internasional dan prinsip moral. Tetapi yang masih
menjadi konspirasi, konsep War on Terror justru digunakan oleh Amerika Serikat
untuk menutupi tindakannya bahwa ia memberikan bantuan-bantuan terhadap
koelompok Islam.
Melihat
hal tersebut, saya merasa bahwa perkembangan kelompok militan islam di Pakistan
dikarenakan masalah pendidikan yang masih rendah. Apalagi sekolah-sekolah umum
dengan sistem sekuler sangat sedikit. Ilmu pengetahuan yang diajarkan juga
masih sangat sempit, sehingga membuat masyarakat Pakistan berpikiran sempit dan
mudah di doktrinasi oleh ajaran-ajaran agama Islam yang justru membuat citra
Islam semakin buruk. Dalam kasus kali ini, mungkin saya setuju bahwa Amerika
Serikat turut memberikan dana kepada negara Pakistan, tetapi apakah Amerika
Serikat hanya memberikan bantuan dana untuk militer dan kelompok Islam Militan.
Ada baiknya, Amerika Serikat seharusnya membangun sekolah dengan sistem
pendidikan sekuler yang mengajarkan mengenai ilmu pengetahuan. Sumber daya
manusia untuk mengajar dan mendidik harus disiapakan, dan diberi bantuan
beasiswa untuk belajar di negara-negara Barat, sehingga pikiran-pikiran
tersebut menjadi terbuka. Konspirasi antara Amerika Serikat dan negara-negara
Islam salah satunya Pakistan tentu masih menuai dinamika pro-kontra, dan tidak
dapat dibuktikan secara absolut tentang kebenaran hal tersebut.
Daftar
Rujukan:
Utama:
Stern, Jessica. Pakistan’s Jihad Culture. Foreign
Affairs, Vol. 79, No. 6 (Nov. - Dec., 2000), pp. 115-126.
Riedel, Bruce. Pakistan and Terror: The Eye of
the Storm . Annals of the American Academy of Political and Social
Science, Vol. 618, Terrorism:What the Next President Will Face (Jul.,
2008), pp. 31-45.
Rujukan Tambahan:
Fanani, Ahmad Fuad. The Global War on Terror. American Foreign
Policy, and its Impact on Islam and Muslim Societies. Indonesian
Journal of Islam and Muslim Societies. Volume 1, Number 2, December
2011.
---, Muslim Population Country Projcection 2030. http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/jan/28/muslim-population-country-projection-2030,
diakses pada Minggu, 14 Desember 2014 pukul 14.00 WIB.
Hooker, Virginia, Amin Saikal. Islamic Perspective on the
New Millennium. Singapore: ISEAS Publication. 2004.
Greges, Fawaz A. Amerika dan Islam Politik: Benturan
Peradaban atau Benturan Kepentingan. Jakarta: AlvaBet. 2002.
Kugelman, Michael. Four Pakistani Conspiracy Theories Thate
Are Less Fictitious than You’d Think. http://warontherocks.com/2014/03/four-pakistani-conspiracy-theories-that-are-less-fictitious-than-youd-think/#_ diakses
pada hari Senin, 15 Desember 2014 pukul 13.30 WIB.
[1] Ahmad Fuad Fanani, The Global War on
Terror, American Foreign Policy, and its Impact on Islam and Muslim
Societies, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies,
Volume 1, Number 2, December 2011, hlm. 205-227.
[2] ---, Muslim Population Country
Projcection 2030, http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/jan/28/muslim-population-country-projection-2030,
diakses pada Minggu, 14 Desember 2014 pukul 14.00 WIB.
[3] Virginia Hooker dan Amin Saikal, Islamic
Perspective on the New Millennium, Singapore: ISEAS Publication, 2004,
hlm. 19-21.
[4] Fawaz A Greges, Amerika dan Islam
Politik: Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan, Jakarta: AlvaBet,
2002, hlm. 51.
[5] Michael Kugelman, Four Pakistani
Conspiracy Theories Thate Are Less Fictitious than You’d Think, http://warontherocks.com/2014/03/four-pakistani-conspiracy-theories-that-are-less-fictitious-than-youd-think/#_ diakses
pada hari Senin, 15 Desember 2014 pukul 13.30 WIB